Naluri dasariyah manusia itu punya kecenderungan untuk ingin disenangi.Orang akan merasa gelisah atau (minimalnya) kurang bahagia ketika dibenci atau kurang disenangi.
Perilaku atau sifat yang berpotensi mengundang ketidaksenangan itu antara lain:
Pertama, terlalu diam atau terlalu ramai. Dalam percakapan, idealnya kita harus bisa saling memberi dan menerima. Artinya dalam percakapan, kita perlu memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berbicara tentang dirinya, tentang pengetahuannya atau tentang pengalamannya. Di samping itu, kita pun perlu memberikan kesempatan untuk mendengarkan. Hal tersebut dapat mengundang kesenangan atau kesan yang menyenangkan. jika kita hanya menjadi pendengar yang terlalu diam, pasif, lebih-lebih lagi kurang antusias untuk memberikan tanggapan kepada orang lain, ini berpotensi mengundang ketidaksenangan.
Jika kita hanya menjadi pendengar yang terlalu diam, pasif, lebih-lebih lagi kurang antusias untuk memberikan tanggapan kepada orang lain, ini berpotensi mengundang ketidaksenangan. Repot ah... harus jadi orang yang dapat menyeimbangkan kedua nya itu tak mudah. sedangkan tiap orang memiliki ego masing-masing yang tak mungkin dapat terbendung.
Yang disarankan adalah menjadi orang yang demokratik: tidak memaksakan kehendak pribadi, pun juga tidak terlalu pasif dan dingin. Terlalu ramai sering diberi julukan "omdo"(omong doang) atau big mouth (si mulut besar). Sebaliknya, terlalu diam sering diberi julukan "si patung", pengekor, dan lain-lain.
Kedua, terlalu ikut campur atau terlalu cuek.Memberikan perhatian (care) atau share feeling (berbagi rasa) pada saat-saat dibutuhkan (empati). Bisa dalam bentuk perasaan, sikap atau tindakan. Empati adalah peduli yang kita nyatakan dalam berbagai bentuk.
Jika empati mengundang kesenangan orang, maka terlalu ikut campur ke dalam wilayah / urusan pribadi orang lain sering dinilai berpotensi mengundang ketidaksenangan.
Ketiga, terlalu tertutup atau terlalu terbuka. Idealnya, kita perlu membuat penjelasan-diri tentang hal-hal yang perlu dijelaskan dan perlu tidak menjelaskan hal-hal yang tidak perlu. Apanya yang perlu dan apanya yang tidak perlu? Inipun sulit dijelaskan. Umumnya, yang perlu dan yang tidak perlu itu hanya bisa dipahami oleh perasaan.Tiga poin di atas itu memang baru kasus-kasus umum yang punya ketergantungan pada konteks yang sangat spesifik. Artinya tidak bisa dijeneralisasi. Misalnya saja ada orang yang cerewetnya minta ampun. Untuk orang yang sudah mengenal dan memahami, tentu tidak ada masalah. Tapi untuk situasi baru dan orang baru, bisa saja hasilnya beda.
Dalam prakteknya, senang dan tidak senangnya orang itu lebih sering terkait dengan soal pemahaman dan kesaling-memahami (mutual understanding). Karena itu, banyak orang yang membenci orang lain karena salah paham, kurang paham, atau tidak saling memahami. Begitu juga banyak orang yang menyenangi orang lain karena sudah saling memahami.
0 comments:
Posting Komentar